Jumat, 08 Mei 2020

ANAK PENYEJUK PANDANGANKU

Ilustrasi
Hampir menetes air mata ini, manakala mendengar tangis sedu sedan anakku yang berumur 6 tahun. Tahun ini adalah tahun ketiga dia berlatih puasa. Namun hari ini baru jam 11 siang, Yuqa anakku sudah menangis meminta berbuka karena lapar. Sudah hampir satu jam dia menangis, merajuk dan memohon agar diizinkan berbuka, Badannya lemas seraya berbaring di kasur, sambil memohon kepadaku. Padahal biasanya pada hari-hari sebelumnya tidak pernah seperti ini. 


Aku terus membujuknya dengan mengatakan betapa ruginya kalau hari ini tidak tunai berpuasa, karena sudah mendekati separuh hari. Kuimingi dengan hadiah dan janji, akan dibawa jalan-jalan, tetapi dia tetap ingin berbuka dan mengeluh haus dan lapar sekali. Kuceritakan cerita kebaikan dan pahala orang yang berpuasa, dengan tujuan mengalihkan perhatiannya dari keinginan membatalkan puasanya. Segala cara sudah kulakukan, namun dia tetap ingin berbuka dan mengeluh capek sekali.

Aku teringat pesan tuan guru yang mengisi kultum sebelum tarawih di Mushalla Komplek tadi malam, Beliau berkata " Ingatlah anak, istri dan seluruh harta kekayaan yang ada pada kita itu merupakan ujian. Apakah kita bisa menjadi orang yang amanah terhadap titipan Allah yang bernama anak, istri dan harta, atau sebaliknya? ". Beliau membacakan firman Allah SWT yang berbunyi : 
 


إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ



Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. [QS. 8: 28]

Aku pun bermohon kepada Allah  taufik agar dapat menjadi seorang ayah yang amanah atas anugerah yang telah diberikan. Tanpa kusadari ternyata sedu sedan anakku bertambah pelan kemudian berhenti. Ternyata dia mulai tertidur karena sudah lebih satu jam setengan dia menangis dan memohon agar diizinkan membatalkan puasanya.

Ketika waktu berbuka hampir tiba, pelan-pelan kubangunkan anakku, ternyata dia tidak mau bangun, membuka mata pun dia tidak bisa. Dua puluh menit sudah aku membujuknya agar mau bangun untuk berbuka, namun yang keluar hanyalah tangisnya dan keluhan kedua lututnya yang sangat sakit sekali. Setiap dia mau mengangkat kakinya dia menjerit kesakitan. Kemudian dia kugendong ke meja makan, namun dia tetap menangis dan kesakitan setelah kududukkan di kursi makan. Akhirnya kubaringkan kembali ke kasur, kuberi minuman manis seteguk, kemudian dia tertidur kembali


Aku baru teringat bahwa dia subuh kemarin hanya saur dengan sesuap nasi dan seteguk air putih, karena kami bangun kesiangan dan tidak sempat menyiapkan makan sahur. Aku pun beristighfar kepada Allah atas keangkuhanku yang merasa sudah menjadi orang tua yang amanah dengan mampu memaksa anak untuk berpuasa, padahal menyediakan bekal kekuatan anak untuk berpuasa saja belum sanggup. 


Setelah kami sholat tarawih dia terbangun, dan alhamdulillah dia bisa duduk namun sakit lututnya  masih dia keluhkan. Kutawari dia makan dan minum, dia pun bersedia. Kemudian kubawakan makanan dan minuman ke atas kasurnya. Sambil menunggui dia makan,  aku pun minta maaf kepada dia, karena tidak bisa menyediakan sahur tatkala bangun kesiangan  dan aku berjanji kepadanya untuk berusaha itu tidak terjadi lagi. Dan alangkah senangnya hatiku ketika  anak penyejuk pandanganku tersenyum seraya mengangguk. 

0 komentar:

Posting Komentar